Sejarah:
Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan
permukiman dan budaya Melayu, dan menurut
sementara orang teknik ini diperkenalkan oleh pedagang India atau Arab. Menurut hikayat
rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah
dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India.
Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan
perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai
Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas
atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Tidak diketahui secara
pasti dari manakah songket berasal, menurut tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari
utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam, yang kemudian berkembang ke selatan di
Pattani dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu sekitar tahun 1500-an.
Industri kecil rumahan tenun songket kini masih bertahan di pinggiran Kota
Bahru dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenun Terengganu[rujukan?,
justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama
kali di Palembang
dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman
Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11).
Songket Palembang dikenakan oleh
pengantin wanita berbusana pernikahan adat Aesan Gede
Menurut tradisi Indonesia
sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim nan makmur lagi kaya
yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena kenyataan
bahwa pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia
adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang
aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian
ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatera
terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas ditemukan di
reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan
lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun lokal telah
menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an masehi. Songket
mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di Sumatera. Songket
Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi
kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket eksklusif
memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan
songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki
menggunakan songket sebagai destar,
tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai
songket sarung dengan baju kurung.
Dokumentasi mengenai asal-usul songket masih tidak jelas,
kemungkinan tenun songket mencapai semenanjung Malaya
melalui perkawinan atau persekutuan antar bangsawan Melayu, karena songket yang
berharga kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan.
Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk mengikat
persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di kerajaan yang secara
politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal; benang emas sejatinya
memang terbuat dari lembaran emas murni asli.
Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah
Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun 1849.
Motif:
Songket memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri
khas budaya wilayah penghasil kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah
Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang,
Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan Simasam adalah khas
songket Pandai Sikek, Minangkabau. Beberapa pemerintah daerah telah mempatenkan
motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatera
Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang telah
terdaftar di antaranya motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan Perak, dan Limar
Beranti. Sementara 49 motif lainnya belum terdaftar, termasuk motif Berante
Berakam pada seragam resmi Sriwijaya Football
Club. Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum
terdaftar yakni motif Songket Lepus Bintang Berakam, Nago Besaung, Limar Tigo
Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis, Lepus Bintang Penuh, Limar
Penuh Mawar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar