Masyarakat
Palembang sangat menghargai dan menjunjung tinggi adat-istiadat leluhurnya.
Berbicara tentang ini, tentu tak terlepas dari sejarah keemasaan Kerajaan
Sriwijaya yang hingga kini tetap dikenang dengan segala kebesarannya. Emas
adalah bagian yang tak terpisahkan karena wilayah ini dulu dikenal dengan
kekayaan emasnya yang melimpah, bahkan sampai diekspor sebagai komoditi
berharga. Tak heran jika nuansa emas kerap ditemui dalam tradisi adat Palembang, seperti acara
perkawinan. Busana pengantin Palembang
pun turut didominasi oleh warna emas.
Berbeda dengan daerah lainnya, upacara akad nikah
masyarakat Palembang dilakukan di kediaman orangtua pengantin pria .Sesuai
dengan tradisi, tiga bulan menjelang akad nikah diselenggarakan, pihak keluarga
calon pengantin pria dan wanita harus melaksanakan acara mutus kato atau mutus
rasan. Pada acara ini akan dibicarakan berbagai kesepakatan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan penyelenggaraan upacara perkawinan secara rinci dan
tuntas sehingga nantinya masing-masing pihak tidak lagi memiliki ganjalan, juga
acara dapat berlangsung tanpa gangguan dan kekurangan. Dalam acara ini,
orangtua calon pengantin pria akan mengantarkan aneka sembilan bahan pokok
(sembako) sebagai buah tangan ke rumah calon besannya. Berikut adalah berbagai
tahapan adat dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Palembang :
Berikut
adalah berbagai tahapan adat dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Palembang, mulai dari
acara madik sebagai pembukanya sampai acara munggah sebagai puncak dari
keseluruhan rangkaian prosesi adat.
Madik
Tahap awal
yang dilakukan saat memulai rangkaian prosesi pernikahan Palembang adalah acara madik, yang berarti
mendekati atau pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan keberadaan sang
gadis oleh utusan keluarga pihak pria. Tujuannya untuk mengetahui asal-usul,
silsilah keluarga, sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada yang punya
atau belum.
Menyenggung
Tahap menyenggung dilakukan bila proses madik telah terlaksana,
yang artinya memasang “pagar”. Tujuannya agar gadis itu tidak dapat diganggu
oleh senggung (arti kiasan, berarti sejenis hewan musang), yang arti
sesungguhnya tidak diganggu oleh pria lain. Acara ini untuk menunjukkan
keseriusan calon pengantin pria (CPP).
Keluarga pria datang mengirimkan utusan ke rumah sang gadis sambil
membawa tenong/sangkek yaitu anyaman bambu berbentuk bulat atau persegi empat
yang dibungkus dengan kain batik bersulam benang emas. Tenong diisi dengan
aneka bahan makanan seperti telor, terigu, mentega, yang disesuaikan dengan
keadaan keluarga sang gadis.
Ngebet
(membuat ikatan)
Bila acara senggung sudah dilaksanakan, pihak keluarga pria akan
kembali mengunjungi rumah calon pengantin wanita (CPW) sambil membawa tenong
sebanyak tiga buah berisi terigu, gula pasir dan telor itik. Pertemuan kedua
keluarga ini sebagai tanda kalau kedua pihak sudah nemuke kato atau sudah
sepakat kalau sang gadis telah “diikat”. Sebagai tanda ikatan, pihak pria
memberikan bingkisan kepada keluarga wanita berupa bahan busana/kain juga
perhiasan kalung, cincin atau gelang.
Berasan
Untuk
menyatukan dua keluarga menjadi satu diperlukan musyawarah, karenanya acara
berasan diadakan. Tujuannya untuk membicarakan syarat-syarat yang diminta pihak
wanita, juga apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Kedua pihak saling bermusyawarah tentang
persyaratan perkawinan, baik secara adat dan agama. Menurut agama, kedua pihak
harus sepakat mengenai besarnya mahar atau mas kawin. Sedangkan menurut adat,
kedua pihak harus sepakat mengenai tata cara adat yang nanti akan dipakai.
Acara
ini berlangsung penuh keakraban, saling berbalas pantun dan jamuan makan
bersama. Saat itu CPW akan diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga pihak
pria. Saat ini juga ditentukan kapan hari yang dianggap tepat untuk acara
mutuske kato.
Mutuske kato/mutus rasan
Keluarga CPP datang membawa tujuh
buah tenong berisi gula pasir, terigu, telor itik, pisang dan buah-buahan ke
rumah CPW, dan menyerahkan persyaratan adat yang disepakati saat acara berasan.
Acara diakhiri dengan doa memohon keselamatan. Lalu CPW melakukan sungkem pada
calon mertua. Biasanya calon mertua akan memberikan perhiasan emas kepada calon
menantunya. Sebagai balasan, saat rombongan CPP pulang, tujuh tenong yang
dibawa tadi, dibalas oleh pihak keluarga CPW dengan isian aneka jajanan dan
kue.
Nganterke
belanjo
Acara ini mirip acara serah-serahan yang dilakukan sebelum acara
munggah. Sejumlah barang antaran, setidaknya 12 buah, diletakkan dalam nampan
berisi aneka kebutuhan pesta seperti terigu, gula pasir, buah-buahan dan kue.
Selain itu, diantarkan juga enjoan atau pemberian yang telah ditetapkan saat
acara mutuske kato.
Untuk melaksanakan adat ngelamar (gegawang), keluarga CPP
mengantarkan ponjen warna kuning berisi uang belanja, beberapa ponjen diisi
dengan koin uang logam, selendang songket, baju kurung, kain songket serta
sebuah ponjen berisi uang untuk acara timbang pengantin dan 12 nampan berisi
barang keperluan pesta dan kembang setaman yang ditutup dengan kain sulam
berenda.
Persiapan
menjelang akad nikah
Sebelum hari perkawinan, calon pengantin menjalani ritual khusus
untuk kesehatan dan kecantikannya. Antara lain, ritual betangas yaitu mandi uap
dan ritual bebedak, lalu bepacar, yaitu pemberian inai pada kuku jari tangan
dan kaki, juga telapak tangan dan kaki, yang disebut ritual pelipit. Warna
merah dari daun pacar (inai) dipercaya dapat mengusir gangguan makhluk halus
dan mampu memberi kesuburan bagi CPW.
Upacara
akad nikah
Sesuai tradisi, bila akad nikah berlangsung sebelum acara munggah
maka terlebih dahulu utusan CPW akan melakukan acara nganterke keris ke rumah
CPP.
Munggah
Tahap ini disebut juga acara puncak. Acara dimulai dengan
kedatangan rombongan keluarga pengantin pria sambil membawa sejumlah barang
antaran, 12 macam, yang berisi tiga set kain songket, kain batik Palembang,
kain jumputan, kosmetik, buahbuahan, hasil bumi, aneka kue, uang dan perhiasan
sambil diiringi dengan bunyi rebana.
Setibanya di rumah pengantin wanita, ibu pengantin wanita
membalutkan selembar kain songket motif lepus ke punggung pengantin pria lalu
menariknya menuju kamar pengantin wanita, disebut acara gendong anak mantu.
Sesampainya di depan pintu kamar, dilakukan acara ketok pintu dengan didampingi
utusan yang dituakan, disebut tumbu jero. Setelah pintu dibuka, pengantin pria membuka
kain selubung yang menutupi wajah istrinya yang disebut acara buka langse.
Lalu dilakukan acara suapan dimana orangtua pengantin wanita
menyuapi dengan nasi ketan kunyit dan ayam panggang. Kemudian diadakan acara
cacap-cacapan yaitu orangtua pengantin pria mencacap/mengusap ubun-ubun kedua
pengantin
dengan air kembang setaman sebagai tanda pemberian nafkah terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin wanita memberikan sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga mereka akan saling memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang adat yaitu topi pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia sekata menjalani kehidupan perkawinan.
dengan air kembang setaman sebagai tanda pemberian nafkah terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin wanita memberikan sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga mereka akan saling memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang adat yaitu topi pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia sekata menjalani kehidupan perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar